Smk Sirojul Huda 3 Bogor menerima pendataran bagi siswa/siswi tahun 2012/2013

Senin, 24 Oktober 2011

Memperkuat KPK dengan Kritik

KORANBOGOR.COM, BOGOR – Peryataan Fahri Hamzah dan pimpinan Komisi III DPR mengenai wacana pembubaran KPK mengundang pro-kontra di masyarakat. Banyak yang menyesalkan ide tersebut disampaikan oleh DPR, lembaga yang seharusnya justru mendukung pemberantasan korupsi. Di sisi lain, yang setuju berpendapat, KPK tetaplah lembaga negara yang harus diawasi dan karenanya, tidak kebal dari kritik.
Pembubaran KPK jelas merupakan ide yang tidak berdasar. Setelah KPK dibubarkan, lalu apa? Kembali mempercayakan pada kepolisian dan kejaksaan? Alih-alih memberantas korupsi, yang terjadi justru kepercayaan rakyat yang semakin tergerus pada pemerintah.
Di sisi lain, KPK juga harus diperkuat. Bentuknya bukan selalu dalam memberikan dukungan. Lembaga yang melawan koruptor justru butuh lebih banyak kritik. Paling tidak karena dua asumsi.  Pertama, koruptor punya sumber daya tidak terbatas untuk melawan balik (fight back) dan karenanya, segala cara bisa ditempuh. Termasuk, melakukan infiltrasi dan mempengaruhi oknum pejabat KPK. Kedua, kasus korupsi sangat rawan ditunggangi kekuasaan. Modusnya sederhana, kasus yang berkaitan dan dekat dengan kekuasaan dibiarkan berlarut, tapi kasus korupsi lawan politik penguasa terus diusut dan bahkan cenderung diada-adakan.
Survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) misalnya, menunjukkan penurunan kepercayaan publik yang signifikan terhadap KPK. Dalam temuan LSI, sebanyak 46,3 persen dari 1.200 orang responden menyatakan tidak puas terhadap cara KPK menangani kasus dengan tersangka mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Mereka yang puas, dalam temuan LSI, hanya 29,7 persen dan tidak menjawab sebesar 24 persen.
Penurunan kepercayaan publik ini, dalam temuan LSI, paling tidak dipengaruhi oleh 4 hal. Pertama, publik menilai jajaran pimpinan KPK saat ini tidak seberani para pendahulunya. Kedua, Pimpinan KPK dianggap sudah tersubordinasi oleh pengaruh kekuasaan. Indikasi utamanya adalah penyelesaian kasus Bank Century yang belum juga menemukan titik terang. Ketiga, lembaga KPK diyakini sudah disusupi jaringan mafia hukum. Dan keempat, pimpinan KPK disangkakan ‘bermain mata’ dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.
Tulisan ini bukan untuk membela DPR ataupun KPK. Relasi keduanya seharusnya sinergis dan saling mendukung. Legislatif, selaku lembaga pengawas tertinggi punya hak penuh untuk mengkritik kinerja pemberantasan korupsi yang dianggap lamban. Sementara KPK, memiliki otoritas untuk mengawasi potensi terjadinya korupsi di dewan. Ide dalam tulisan ini adalah, KPK perlu diperkuat, dan karenanya perlu lebih banyak kritik daripada sekedar dukungan atau bahkan pujian.
Pertaruhan Kepercayaan
Ikhtiar pemberantasan korupsi adalah bagian dari agenda reformasi yang tidak kunjung selesai. Seiring bergantinya penguasa, berganti pula pola, model, dan juga aktor korupsi. Yang tidak berubah adalah kenyataan, negara terus merugi dan tidak mampu melawan.
Harus diingat, bahwa berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bagian dari ikhtiar negara yang hampir kalah melawan gurita korupsi, disfungsi Kejaksaan dan Kepolisian, serta hukum yang selalu gagal mengelak dari lembaran tebal rupiah. Dengan bahasa yang lebih sederhana, KPK ada untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada negara, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Menjaga kepercayaan, bagaimanapun jauh lebih sulit daripada mendapatkannya. Dalam konteks ini, nampaknya KPK mengalami kesulitan. Bukan kesulitan dalam upaya pemberantasan korupsi, tapi sulit dalam menjaga kepercayaan rakyat. Pemberantasan korupsi berjalan, tapi justru terkesan “hati-hati” dan “tebang-pilih”. KPK begitu sigap menangkap lawan politik penguasa, tapi tertatih dan sangat birokratis dalam menghadapi kasus-kasus orang dekat penguasa.
Dugaan korupsi dari dalam lingkar kekuasaan ini yang nampaknya sulit diungkap KPK. Padahal, dari pengungkapan kasus-kasus ini justru kepercayaan publik dipertaruhkan. Kasus Bank Century yang berlarut sampai keterlambatan mencekal Nazaruddin menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat perihal kiprah KPK. Maka menjadi wajar munculnya dugaan adanya subordinasi penguasa terhadap penanganan kasus-kasus korupsi.
DPR dalam hal ini sebagai lembaga pengawasan tentu berhak mengingatkan KPK sebagai mitra kerja. Tapi, dewan juga harus lebih cermat dalam menangkap aspirasi dan logika publik. Bagaimanapun, pernyataan dewan adalah refleksi dari kinerja dan cara pandang mereka terhadap penyelesaian masalah. Sulit mencerna ide pembubaran KPK hanya sekedar kritik, dan bukan bentuk ketakutan mereka terjadap intensitas pemeriksaan KPK terhadap modus-modus permainan anggaran di dewan.
Melawan korupsi butuh lebih dari sekedar kemampuan dan keberanian. Dibutuhkan legitimasi yang kuat untuk menangkap aktor-aktor intelektual yang terkadang justru tepat berada, atau dekat dengan sentra kekuasaan. Dalam hal ini legitimasi formal kelembagaan saja tidak cukup. Kejaksaan dan Kepolisian adalah lembaga dengan legitimasi formal yang kuat tetapi kenyataannya tidak cukup mampu menyelesaikan kasus-kasus besar, dan beberapa justru malah terlibat di dalamnya.
Masih Bisa Berharap?
Solusi pemberantasan korupsi melalui pendekatan kelembagaan, seperti mendirikan KPK tentu saja patut diapresiasi. Masalahnya kemudian, perlu dibuat sebuah mekanisme tersendiri agar independensi KPK tetap terjaga; tidak menjadi alat penguasa untuk memberantas lawan politik dan sebaliknya justru melindungi kroni. Ini penting, mengingat justru korupsi sangat potensial terjadi dari dalam lingkaran kuasa; power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.
Ikhtiar melawan korupsi tidak boleh berhenti. Dan kita berharap jajaran pimpinan KPK yang baru nanti mampu mengembalikan kepercayaan, bukan justru menghamba pada kekuasaan. Sekali lagi, pemberantasan korupsi butuh kritik, bukan hanya dukungan atau sanjungan. Dengan begitu, mudah-mudahan kita tidak perlu membuat lembaga ad hoc lagi untuk menggantikan KPK. Semoga. (OZ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar