Komplek Prasasti Batu tulis memiliki luas 17X15 m. Batu Prasasti berupa sebuah batu trasit berwarna hitam, berbentuk kerucut dengan puncak terpancung dan kakinya berlekuk-Iekuk. Ukuran tinggi 151 cm, lebar bagian dasar 145 cm, dan tebalnya antara 12 – 14 cm. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat dengan huruf Sunda kawi. Besar aksara itu sendiri kurang lebih 3 x 3 cm, berwarna keputihan.
gb : Batu Tulis
Kalimat prasasti berbunyi:Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun, diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata pun ya nu nyusuk na pakwan diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang, ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi 00.
Artinya :
Semoga selamat, ini tanda peringatan (untuk) Prabu Ratu almarhum Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (Iagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kencana yang dipusarakan ke Nusa Larang. Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam Saka 1455.
gb : batu lingga
Di komplek Prasasti juga dijumpai antara lain Batu Tapak (bekas telapak kaki Prabu Surawisesa), meja batu bekas tempat sesajen pada setiap perayaan, batu bekas sandaran tahta bagi raja yang dilantik, batu lingga dan lima buah tonggak batu yang merupakan punakawan (pengiring-penjaga-emban) dari batu lingga. Batu lingga ini adalah bekas tongkat pusaka kerajaan Pajajaran yang melambangkan kesuburan dan kekuatan. Sekitar 200 meter dari komplek Prasasti, yaitu di daerah Panaisan yang merupakan bekas alun-alun kerajaan Pajajaran juga dapat ditemui 4 buah area batu.
gb : Telapak kaki Prabu Surawisesa
Keempat area tersebut adalah patung Purwakali, Gelak Nyawang, Kidang Pinanjung dan Layung Jambul yang kanan masing-masing adalah Mahaguru, pengawal, dan pengasuh Prabu Siliwangi. Sayangnya sekarang patung batu ini sudah tiada kepalanya. Dicuri orang yang tidak menghargai warisan budaya bangsa.gb : patung Purwakali, Gelak Nyawang, Kidang Pinanjung & Layung Jambul
Kekuatan dan keagungan Prabu Siliwangi dipercaya bersemayam di dalam Batu Tulis sehingga memberikan perlindungan pada negara dari serangan musuh dan memberi kekuatan pada Raja yang memerintah. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan batin Prabu Siliwangi bersama para raja-raja terdahulu yang terus menaungi dan melindungi kerajaan dengan energi cinta dan kasih.
Sayangnya hal ini dianggap sebagai suatu pemahaman dalam bentuk fisik di zaman sekarang. Yang seharusnya Prasasti Batu Tulis merupakan warisan budaya dan sejarah bangsa, malah dibongkar dan digali-gali dengan alasan mencari harta karun yang tersimpan di bawah prasasti. Bahkan ada yang dengan sengaja ingin menguasai untuk suatu kepentingan kelompok tanpa mengerti sebab dan akibatnya. Ironis sekali hal ini dapat terjadi. Sebuah kenyataan bahwa anak bangsa tak bisa menghargai warisan leluhur bangsanya sendiri. Jika kita sadari bahwa tingginya nilai budaya suatu bangsa karena benar-benar menghargai sejarah dan budaya bangsa itu sendiri.Padahal makna tersirat dari prasasti Batu tulis yang sebenarnya adalah merupakan ‘harta karun’ peninggalan Kerajaan Padjajaran yaitu sebuah ‘pengajaran luhur’ dari Prabu Siliwangi tentang sifat dan karakter : Silih Asih – Asah – Asuh. Saling mengasihi atau mencintai, saling mengasah dengan aktif berdiskusi bertukar pikir, dan saling mengasuh mengisi dalam kehidupan. Inilah yang seharusnya dipahami dan dilakukan sebagai anak bangsa yang sesungguhnya. (ADN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar